LINGKUNGAN HIDUP
A. Pengertian Lingkungan Hidup
Hamparan laut biru yang luas, dataran, bukit-bukit,
pegunungan, langit yang biru yang disinari matahari, semuanya merupakan
lingkungan alam. Lingkungan hidup mencakup lingkungan alam yang meliputi lingkungan
fisik, biologi, dan budaya.
Undang-Undang Lingkungan Hidup No. 4 tahun 1982 yang
disempurnakan dengan Undang-Undang Lingkungan Hidup No. 23 tahun 1997 pasal 1
menyebut pengertian lingkungan hidup sebagai berikut.
“Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.”
Lingkungan hidup sebagaimana yang dimaksud dalam
undang-undang tersebut merupakan suatu sistem yang meliputi lingkungan alam
hayati, lingkungan alam nonhayati, lingkungan buatan, dan lingkungan sosial.
Semua komponen-komponen lingkungan hidup seperti benda, daya, keadaan, dan
makhluk hidup berhimpun dalam satu wadah yang menjadi tempat berkumpulnya
komponen itu disebut ruang.
Pada ruang ini berlangsung ekosistem, yaitu suatu susunan
organisme hidup dimana diantara lingkungan abiotik dan organisme tersebut
terjalin interaksi yang harmonis dan stabil, saling memberi dan menerima kehidupan.
Interaksi antara berbagai komponen tersebut ada kalanya
bersifat positif dan tidak jarang pula yang bersifat negatif. Keadaan yang
bersifat positif dapat terjadi apabila terjadi keadaan yang mendorong dan
membantu kelancaran berlangsungnya proses kehidupan lingkungan.
Cara mengambil hasil hutan agar tetap terjaga kelesteriannya
misalnya dengan sistem tebang pilih yaitu pohon yang ditebang hanya pohon yang
besar dan tua, agar pohon-pohon kecil yang sebelumnya terlindungi oleh pohon
besar, akan cepat menjadi besar menggantikan pohon yang ditebang tersebut.
Interaksi yang bersifat negatif terjadi apabila proses
interaksi lingkungan yang harmonis terganggu sehingga interaksi berjalan saling
merugikan.
Adanya gangguan terhadap satu komponen di dalam lingkungan
hidup, akan membawa pengaruh yang negatif bagi komponen-komponen lainnya karena
keseimbangan terhadap komponen-komponen tersebut tidak harmonis lagi.
B.
Arti Penting Lingkungan Hidup Bagi
Kehidupan
Bumi ini diwariskan dari nenek moyang kita dalam keadaan
yang sangat berkualitas dan seimbang. Nenek moyang kita telah menjaga dan
memeliharanya bagi kita sebagai pewaris bumi selanjutnya, sehingga kita berhak
dan harus mendapatkan kualitas yang sama persis dengan apa yang didapatkan
nenek moyang kita sebelumnya. Bumi adalah anugerah yang tidak ternilai harganya
dari Tuhan Yang Maha Esa karena menjadi sumber segala kehidupan. Oleh karena
itu, menjaga alam dan keseimbangannya menjadi kewajiban kita semua secara
mutlak tanpa syarat.
Masyarakat jaman dahulu telah menyadari benar bahwa
lingkungan hidup merupakan bagian kehidupannya. Dari catatan sejarah diketahui
bahwa pada abad ke-7, masyarakat di Indonesia sudah membentuk suatu bagian yang
bertugas mengawasi hutan, yang hampir sama fungsinya dengan jabatan sekarang
yang disebut dengan Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA). Masyarakat
seperti ini sering kita sebut masyarakat tradisional.
Kawasan hutan mereka bagi menjadi beberapa bagian, ada yang
boleh digarap yang disebut hutan rakyat, ada pula yang boleh diambil hasil
hutannya dengan syarat harus terlebih dahulu menggantinya. Kawasan hutan ini
sering disebut hutan masyarakat yang berfungsi sebagai hutan produksi. Akan
tetapi, ada pula hutan yang tidak boleh digarap sama sekali. Hutan yang tidak boleh
digarap ini merupakan hutan adat. Kawasan hutan adat ini sangat tertutup, dan
masyarakatnya percaya bahwa hutan inilah yang menjaga wilayah mereka dari
segala bencana alam.
Pada hutan masyarakat, pohon boleh ditebang untuk keperluan
masyarakat, akan tetapi sebelum ditebang harus menanam terlebih dahulu pohon
yang sama jenisnya di samping pohon yang akan ditebang sehingga mereka tetap
mewariskan lingkungan alam yang sama terhadap anak cucunya. Hal ini menunjukkan
betapa baiknya mereka menjaga lingkungan untuk diteruskan kepada generasi yang
akan datang.
Perkembangan jumlah penduduk yang cepat serta perkembangan
teknologi yang makin maju, telah mengubah pola hidup manusia. Bila sebelumnya
kebutuhan manusia hanya terbatas pada kebutuhan primer dan sekunder, kini
kebutuhan manusia telah meningkat kepada kebutuhan tersier yang tidak terbatas.
Kebutuhan manusia tidak hanya sekedar kebutuhan primer untuk dapat
melangsungkan kehidupan seperti makan dan minum, pakaian, rumah, dan kebutuhan
sekunder seperti kebutuhan terhadap pendidikan, kesehatan, akan tetapi telah
meningkat menjadi kebutuhan tersier yang memungkinkan seseorang untuk memilih
kebutuhan yang tersedia. Kebutuhan tersier telah menyebabkan perubahan yang
besar terhadap pola hidup manusia menjadi konsumtif.
Bagi yang mampu, semua kebutuhan dapat dipenuhi sekaligus,
dan bagi yang memiliki kemampuan terbatas harus memilih sesuai kemampuannya.
Akan tetapi, semua orang yang telah tersentuh oleh kemajuan jaman akan berusaha
mendapatkannya.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak sekedar terpenuhi akan
tetapi selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan.
C.
Bentuk-bentuk Kerusakan Lingkungan
Hidup dan Faktor Penyebabnya
Meningkatnya jumlah penduduk serta kebutuhan tersier yang
semakin banyak sebagai akibat perkembangan teknologi yang pesat, telah
menyebabkan tekanan terhadap sumber daya alam dan lingkungan semakin berat.
Jumlah penduduk dunia yang sekarang telah lebih dari 6 miliar jiwa, tidak hanya
memerlukan kebutuhan primer dan sekunder, akan tetapi juga memerlukan kebutuhan
tersier dalam jumlah besar. Pertumbuhan penduduk dalam jumlah besar, telah
banyak mengubah lahan hutan menjadi lahan permukiman, pertanian, industri, dan
sebagainya. Hal ini mengakibatkan luas lahan hutan terus mengalami penyusutan dari
tahun ke tahun, terutama di negara-negara miskin dan negara berkembang.
Demikian pula kebutuhan tersier yang terus mengalami peningkatan, baik dalam
jumlah maupun kualitasnya, menyebabkan industri-industri berkembang dengan
pesat. Perkembangan industri yang pesat, membutuhkan sumber daya alam berupa
bahan baku dan sumber energi yang sangat besar pula. Sebagai akibatnya,
sumber-sumber bahan baku dan energi terus dikuras dalam jumlah besar. Cadangan
sumber daya alam di alam semakin merosot, hutan-hutan semakin rusak karena
banyaknya pohon yang diambil untuk kebutuhan bahan baku industri, apalagi bila
tidak diimbangi dengan usaha reboisasi akan menimbulkan bencana pencemaran
terhadap udara, air, dan tanah, yang akhirnya menganggu kehidupan manusia.
Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia tahun 1972
di Stockholm (Swedia), telah mengangkat masalah lingkungan hidup tidak hanya
menyangkut masalah suatu negara akan tetapi merupakan masalah dunia. Konferensi
yang diadakan pada tanggal 5-16 Juni 1972 di Stockholm, diikuti oleh 113 negara
dan puluhan peninjau, merupakan pertemuan besar dan sangat penting bagi masa
depan lingkungan hidup manusia. Dari salah satu hasil konferensi Stockholm itu,
dibentuklah satu badan PBB yang menangani masalah-masalah lingkungan yang
disebut “United Nations Environment Programme” atau UNEF. Konferensi juga
menetapkan tanggal 5 Juni sebagai “Hari Lingkungan Hidup Sedunia”.
Pencemaran lingkungan yang terjadi di suatu negara, akan
berdampak pula pada negara lain bahkan dunia. Untuk itu selalu diperlukan kerja
sama yang baik antara negara-negara di dunia untuk menangani masalah
lingkungan. Kerusakan hutan di Indonesia tidak hanya berpengaruh terhadap
keadaan iklim di Indonesia, akan tetapi berakibat pula terhadap perubahan iklim
global (dunia secara menyeluruh).
Peningkatan karbon dioksida (CO2) di udara
menyebabkan efek rumah kaca. Efek rumah kaca adalah alih bahasa dari Greenhouse
effect. Greenhouse adalah rumah atau bangunan yang atap dan dindingnya terbuat
dari kaca, hanya rangkanya terbuat dari besi atau kayu. Rumah ini bukan untuk
tempat tinggal tetapi digunakan oleh petani di daerah dingin atau subtropik
untuk bercocok tanam. Walaupun suhu di luar sangat dingin pada musim gugur dan
musim dingin, tetapi di dalam rumah kaca udaranya tetap hangat sehingga tanaman
di dalamnya tetap hijau. Suhu udara yang hangat di dalam rumah kaca walaupun
pada musim gugur dan musim dingin dapat dijelaskan sebagai berikut.
Radiasi sinar matahari pada siang hari menembus kaca masuk
ke dalam rumah kaca. Radiasi sinar matahari yang diterima benda dan permukaan
rumah kaca dipantulkan kembali berupa sinar infra merah. Tetapi pantulan
tersebut tertahan oleh dinding dan atap kaca sehingga panas yang dapat keluar
dari rumah kaca itu hanya sebagian kecil sedangkan sebagian besar terkurung di
dalam rumah kaca. Akibatnya udara di dalam rumah kaca menjadi hangat walaupun
di luar udaranya sangat dingin.
Di permukaan bumi yang berfungsi sebagai atap kaca adalah
gas-gas yang ada di atmosfer. Atmosfer bumi mengandung berbagai macam gas dan
partikel-partikel berupa benda-benda padat seperti debu. Di antara berbagai gas
di udara, yang berfungsi sebagai gas rumah kaca antara lain karbon dioksida (CO2),
metana (CH4), gas nitrogen, ozon (O3), Klorofluorokarbon
(CFC), dan lain-lain. Di antara gas-gas tersebut yang paling dominan berfungsi
sebagai rumah kaca adalah karbon dioksida (CO2) yang disebut pula
dengan gas rumah kaca.
Perkembangan industri yang begitu pesat, telah mengganggu
keseimbangan gas karbon dioksida di udara. Pembakaran minyak tanah, bensin,
solar, batu bara, untuk menggerakkan pabrik-pabrik. Demikian pula kendaraan
bermotor yang menggunakan bensin atau solar sebagai bahan bakar, pembakaran
lahan dan kebakaran hutan, dan tain-lain, telah menambah jumlah karbon dioksida
di udara.
Gas rumah kaca sebenarnya sangat diperlukan dalam mengatur
suhu di permukaan bumi, yaitu menyerap dan memantulkan kembali sinar matahari.
Bila gas ini tidak ada di udara beserta dengan gas-gas lainnya yang berfungsi
sebagai gas rumah kaca maka sinar matahari yang diterima bumi akan di pantulkan
semuanya ke ruang angkasa sehingga pada malam hari suhu di permukaan bumi
sangat dingin, dan pada siang hari sangat panas sekali seperti di bulan
sehingga tidak dapat dijadikan tempat tinggal.
Masalah gas rumah kaca muncul karena kegiatan manusia
semakin banyak menghasilkan gas rumah kaca, terutama karbon dioksida. Menurut
hasil penelitian para ahli, semakin banyak gas karbon dioksida dilepaskan ke
udara dari hasil kegiatan manusia, akan semakin mempercepat kenaikan suhu di
permukaan bumi. Kenaikan suhu di permukaan bumi akan mempengaruhi iklim di
bumi, dan akan berdampak negatif pada kehidupan di muka bumi.
Suhu global (secara keseluruhan) rata-rata meningkat 0,6 °C.
Hal ini berpengaruh pula terhadap iklim global yaitu iklim di seluruh permukaan
bumi.
Kenaikan suhu di permukaan bumi menyebabkan lapisan es yang
berada di kutub banyak yang mencair, dan pada akhirnya dapat menenggelamkan
kawasan-kawasan yang rendah seperti dataran-dataran pantai, dan pulau-pulau
yang rendah.
Peningkatan gas karbon dioksida yang terus berlangsung, dan
tanpa ada tindakan manusia untuk menguranginya, diramalkan 100 tahun yang akan
datang suhu bumi akan naik antara 3°-4°C. Kenaikan suhu sebesar ini akan
menyebabkan perubahan iklim yang cukup berarti, dan akan disertai pula dengan
berbagai bencana alam seperti angin badai, naiknya permukaan laut, mencairnya
es di puncak-puncak gunung dan es di kutub, punahnya flora dan fauna yang tidak
tahan terhadap perubahan, dan sebagainya.
Permasalahan pemanasan global seperti diuraikan di atas,
tentunya sangat mengkhawatirkan dunia Internasional. Untuk membicarakan hal
ini, diadakan “Konvensi Perubahan Iklim” (United Nations Frame Work Convention
on Climate Change) di Kota Kyoto (Jepang) pada tahun 1997 yang dihadiri oleh
170 negara untuk membahas pembatasan-pembatasan gas-gas penyebab efek rumah
kaca. Pada sidang tersebut, para ilmuwan PBB melaporkan bahwa pemanasan global
akan meningkatkan penyakit, mengakibatkan kegagalan panen, dan meningginya
permukaan laut.
Pada waktu kebakaran hutan secara meluas di Indonesia
beberapa waktu yang lalu telah terjadi emisi gas karbon dioksida terbesar yang
dihasilkan dari kebakaran tersebut.
Kita harus ingat istilah “Hanya Satu Bumi”, yang berarti
bumi tidak membedakan apakah emisi gas karbon dioksida itu berasal dari negara
A atau B, dari negara maju atau negara berkembang, tetapi yang jelas
peningkatan gas karbon dioksida terjadi di bumi.
Pertemuan Kyoto merupakan langkah awal untuk mengurangi
polusi karbon dioksida di udara dengan mengurangi penggunaan bahan bakar
seperti minyak bumi, gas alam, batu bara, yang disebut dengan bahan bakar fosil
dan menggantikannya dengan bahan bakar yang dapat diperbarui, misalnya sumber
energi yang berasal dari tenaga surya dan angin. Selain itu, pabrik-pabrik yang
menggunakan energi fosil perlu diganti dengan pabrik-pabrik baru yang
berteknologi tinggi, yang lebih bersih terhadap lingkungan. Permasalahannya
sekarang adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan pengurangan gas
rumah kaca tersebut sangat besar sekali, mencapai ratusan bahkan ribuan miliar
dollar. Suatu nilai yang sangat menakjubkan.
Untuk mengurangi gas rumah kaca, diperlukan dana yang sangat
besar. Kendaraan-kendaraan bermotor yang selama ini menggunakan bahan bakar
minyak atau gas, bila diganti dengan energi lain menyebabkan harga kendaraan
menjadi sangat mahal sehingga konsumen akan keberatan. Hal ini merupakan
kendala utama untuk menuju program langit biru, yaitu program yang menjadikan
udara bersih dari polusi, masih jauh dari harapan.
Masalah lingkungan hidup sebenarnya tidak hanya pada emisi
gas karbon dioksida. Permasalahan lingkungan hidup cukup kompleks. Penebangan
hutan yang menyebabkan banjir, pencemaran terhadap air oleh limbah-limbah industri,
pembuangan sampah ke dalam sungai (termasuk sampah rumah tangga), pencemaran
terhadap tanah, dan sebagainya, merupakan ancaman bagi kehidupan manusia.
Ancaman banjir setiap musim hujan di berbagai belahan dunia
termasuk di Indonesia, adalah akibat dari perbuatan manusia sendiri yang
menebang hutan untuk mengejar keuntungan sesaat. Berbagai wilayah di Indonesia
setiap musim hujan dilanda banjir dan tanah longsor, baik kota maupun luar
kota.
Penataan ruang kota yang kurang memperhatikan dampak lingkungan,
serta kehancuran hutan-hutan di daerah tangkapan air, menjadi penyebab utama
banjir di Jakarta.
Penanggulangan banjir seperti di Jakarta dan kota-kota
lainnya, tidak hanya diperlukan penataan di dalam kota seperti pembuatan
saluran pembuangan air dan tempat penampungan air, akan tetapi daerah tangkapan
air hujan di daerah hulu sungai perlu di tata kembali, hutan-hutan yang rusak
perlu direhabilitasi.
Luas hutan di Pulau Jawa telah berada jauh di bawah luas
hutan yang ideal yaitu ± 40% dari luas wilayah. Luas hutan di Jawa Barat
(termasuk Provinsi Banten) hanya tinggal 21%, Jawa Tengah 20%, Jawa Timur 28%,
rata-rata luas hutan di Pulau Jawa tinggal 23%. Demikian pula halnya hutan di
pulau-pulau lainnya seperti di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan lain-lain,
kerusakan hutan terus bertambah luas karena faktor manusia. Satwa-satwa yang
ada di dalam hutan hidupnya semakin terancam dan merana karena habitat mereka
yang merupakan tempat hidupnya telah dirusak oleh manusia untuk memperoleh
keuntungan.
Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yaitu
sekitar 3,5 juta hektar dari total luas hutan mangrove dunia sebesar 15 juta
hektar. Tetapi luasnya terus mengalami kemerosotan karena telah berubah fungsi.
Hutan mangrove yang berfungsi sebagai benteng terhadap abrasi (kikisan air
laut), serta tempat hidup dan bertelur berbagai jenis ikan laut, banyak yang
telah berubah fungsi menjadi tambak-tambak ikan, dan kepentingan-kepentingan
lainnya. Kayu-kayu di hutan mangrove ditebangi untuk dijual dan dijadikan kayu
arang. Akibatnya kerusakan hutan bakau yang terus meningkat tidak terhindarkan.
Di pantai utara Pulau Jawa diperkirakan 90% telah rusak, demikian pula halnya
pada pantai-pantai lainnya walaupun belum seberat kerusakan hutan bakau di
Pantai Utara Jawa.
Malapetaka alam seperti intrust (penyusupan) air laut ke
daratan, abrasi dan banjir sulit dihindari. Demikian pula kegiatan masyarakat
pantai yang menangkap udang, ikan, kepiting, dan lain-lain, akan semakin sulit
akibat rusaknya lingkungan hutan mangrove.
Tindakan-tindakan manusia di atas telah menimbulkan dampak
yang sangat buruk bagi lingkungan, dan pada akhirnya akan memberikan dampak
buruk pula terhadap manusia sendiri.
Kerusakan lingkungan yang disebabkan berbagai faktor
sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, akan menimbulkan berbagai dampak
yang sangat merugikan dan mengganggu kehidupan manusia. Flora dan fauna akan
banyak yang punah, meningkatnya penyakit pada manusia, penurunan hasil panen,
kemarau yang berkepanjangan. Atau sebaliknya, curah hujannya sangat tinggi yang
menimbulkan banjir besar, kekeringan air pada musim kemarau, rusaknya terumbu
karang, dan sebagainya.
Manusia harus sadar betapa pentingnya arti lingkungan hidup
bagi kehidupan. Keserakahan yang menyebabkan rusaknya lingkungan hidup harus
dibayar dengan sangat mahal.
D.
Bentuk-bentuk Kerusakan Lingkungan
Hidup yang Disebabkan oleh Proses Alam dan Kegiatan Manusia
1. Kerusakan Lingkungan Hidup oleh
Faktor Alam
Kerusakan lingkungan yang disebabkan faktor alam pada
umumnya merupakan bencana alam seperti letusan gunung api, banjir, abrasi,
angin puting beliung, gempa bumi, tsunami, dan sebagainya. Indonesia sebagai
salah satu zona gunung api dunia, sering mengalami letusan gunung api akan
tetapi pada umumnya letusannya tidak begitu kuat sehingga kerusakan lingkungan
yang ditimbulkannya terbatas di daerah sekitar gunung api tersebut, seperti
flora dan fauna yang tertimbun arus lumpur (lahar), awan panas yang mematikan,
semburan debu yang menimbulkan polusi udara, dan sebagainya.
Banjir yang disebabkan oleh curah hujan yang sangat tinggi,
diikuti pula dengan kerusakan hutan yang semakin meluas. Banjir yang sering
pula disertai dengan tanah longsor telah menimbulkan kerusakan terhadap
lingkungan kehidupan.
Kerusakan lingkungan hidup di tepi pantai disebabkan oleh
adanya abrasi yaitu pengikisan pantai oleh air laut yang terjadi secara alami.
Untuk menyelamatkan pantai dari kerusakan akibat abrasi, perlu dibangun tanggul-tanggul
pemecah ombak yang berfungsi sebagai penahan abrasi di tepi pantai.
Angin tornado di Amerika Serikat, akan menimbulkan kerusakan
lingkungan seperti tumbangnya pohon-pohonan, banyak rumah-rumah dan tanaman
yang rusak, jaringan listrik yang putus, dan sebagainya.
Gempa bumi adalah kekuatan alam yang berasal dari dalam
bumi, menyebabkan getaran terjadi di permukaan bumi. Gempa bumi sering terjadi
di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Gempa bumi yang lemah tidak
menimbulkan kerusakan pada lingkungan, tetapi bila gempa yang terjadi sangat
kuat, akan menimbulkan kerusakan lingkungan yang besar.
2. Kerusakan Lingkungan Hidup yang
Disebabkan oleh Kegiatan Manusia
Kerusakan lingkungan yang disebabkan kegiatan manusia jauh
lebih besar dibandingkan dengan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh
proses alam. Kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan manusia
berlangsung secara terus menerus dan makin lama makin besar pula kerusakan yang
ditimbulkannya. Kerusakan lingkungan yang disebabkan kegiatan manusia terjadi
dalam berbagai bentuk seperti pencemaran, pengerukan, penebangan hutan untuk
berbagai keperluan, dan sebagainya.
Limbah-limbah yang dibuang dapat berupa limbah cair maupun
padat, bila telah melebihi ambang batas, akan menimbulkan kerusakan pada
lingkungan, termasuk pengaruh buruk pada manusia. Salah satu contoh kasus
pencemaran terhadap air yaitu “Kasus Teluk Minamata” di Jepang. Ratusan orang
meninggal karena memakan hasil laut yang ditangkap dari Teluk Minamata yang
telah tercemar unsur merkuri (air raksa). Merkuri tersebut berasal dari
limbah-limbah industri yang dibuang ke perairan Teluk Minamata sehingga kadar
merkuri di teluk tersebut telah jauh di atas ambang batas.
Kasus-kasus pencemaran perairan telah sering terjadi karena
pembuangan limbah industri ke dalam tanah, sungai, danau, dan laut.
Kebocoran-kebocoran pada kapal-kapal tanker dan pipa-pipa minyak yang
menyebabkan tumpahan minyak ke dalam perairan, menyebabkan kehidupan di tempat
itu terganggu, banyak ikan-ikan yang mati, tumbuh-tumbuhan yang terkena
genangan minyak pun akan musnah pula.
Pengerukan yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan
seperti pertambangan batu bara, timah, bijih besi, dan lain-lain telah
menimbulkan lubang-lubang dan cekungan yang besar di permukaan tanah sehingga
lahan tersebut tidak dapat digunakan lagi sebelum direklamasi.
Penebangan-penebangan hutan untuk keperluan industri, lahan
pertanian, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya telah menimbulkan kerusakan
lingkungan kehidupan yang luar biasa. Kerusakan lingkungan kehidupan yang
terjadi menyebabkan timbulnya lahan kritis, ancaman terhadap kehidupan flora,
fauna dan kekeringan.
E.
Usaha-usaha Pelestarian Lingkungan
Hidup
Beberapa usaha yang dilakukan untuk pelestarian lingkungan
hidup antara lain yaitu sebagai berikut.
1.
Bidang Kehutanan
Kerusakan hutan yang semakin parah dan meluas, perlu
diantisipasi dengan berbagai upaya. Beberapa usaha yang perlu dilakukan antara
lain :
a. Penebangan
pohon dan penanaman kembali agar dilakukan dengan seimbang sehingga hutan tetap
lestari.
b. Memperketat
pengawasan terhadap penebangan-penebangan liar, dan memberikan hukuman yang
berat kepada mereka yang terlibat dalam kegiatan tersebut.
c. Penebangan
pohon harus dilakukan secara bijaksana. Pohon yang ditebang hendaknya yang
besar dan tua agar pohon-pohon yang kecil dapat tumbuh subur kembali.
d. Melakukan
reboisasi (penanaman hutan kembali) pada kawasan-kawasan yang hutannya telah
gundul, dan merehabilitasi kembali hutan-hutan yang telah rusak.
e. Memperluas
hutan lindung, taman nasional, dan sejenisnya sehingga fungsi hutan sebagai
pengatur air, pencegah erosi, pengawetan tanah, tempat perlindungan flora dan
fauna dapat tetap terpelihara dan lestari.
2.
Bidang Pertanian
a. Mengubah
sistem pertanian berladang (berpindah-pindah) menjadi pertanian menetap seperti
sawah, perkebunan, tegalan, dan sebagainya.
b. Pertanian
yang dilakukan pada lahan tidak rata (curam), supaya dibuat teras-teras
(sengkedan) sehingga bahaya erosi dapat diperkecil.
c. Mengurangi
penggunaan pestisida yang banyak digunakan untuk pemberantasan hama tanaman
dengan cara memperbanyak predator (binatang pemakan) hama tanaman karena
pemakaian pestisida dapat mencemarkan air dan tanah.
d. Menemukan
jenis-jenis tanaman yang tahan hama sehingga dengan demikian penggunaan
pestisida dapat dihindarkan.
3.
Bidang Industri
a. Limbah-limbah
industri yang akan dibuang ke dalam tanah maupun perairan harus dinetralkan
terlebih dahulu sehingga limbah yang dibuang tersebut telah bebas dari
bahan-bahan pencemar. Oleh karena itu, setiap industri diwajibkan membuat
pengolahan limbah industri.
b. Untuk
mengurangi pencemaran udara yang disebabkan oleh asap industri yang berasal
dari pembakaran yang menghasilkan CO (Karbon monooksida) dan CO2
(karbon dioksida), diwajibkan melakukan penghijauan di lingkungan sekitarnya.
Penghijauan yaitu menanami lahan atau halaman-halaman dengan tumbuhan hijau.
c. Mengurangi
pemakaian bahan bakar minyak bumi dengan sumber energi yang lebih ramah
lingkungan seperti energi listrik yang dihasilkan PLTA, energi panas bumi,
sinar matahari, dan sebagainya.
d. Melakukan
daur ulang (recycling) terhadap barang-barang bekas yang tidak terpakai seperti
kertas, plastik, aluminium, best, dan sebagainya. Dengan demikian selain
memanfaatkan limbah barang bekas, keperluan bahan baku yang biasanya diambil
dari alam dapat dikurangi.
e. Menciptakan
teknologi yang hemat bahan bakar, dan ramah lingkungan.
f. Menetapkan
kawasan-kawasan industri yang jauh dari permukiman penduduk.
4.
Bidang Perairan
a. Melarang
pembuangan limbah rumah tangga, sampah-sampah, dan benda-benda lainnya ke
sungai maupun laut karena sungai dan laut bukan tempat pembuangan sampah.
b. Perlu
dibuat aturan-aturan yang ketat untuk penggalian pasir di laut sehingga tidak
merusak lingkungan perairan laut sekitarnya.
c. Pengambilan
karang di laut yang menjadi tempat berkembang biak ikan-ikan harus dilarang.
d. Perlu
dibuat aturan-aturan penangkapan ikan di sungai/laut seperti larangan
penggunaan bom ikan, pemakaian pukat harimau di laut yang dapat menjaring ikan
sampai sekecil-kecilnya, dan sebagainya
5. Flora dan Fauna
Untuk menjaga kepunahan flora dan fauna langka, beberapa
langkah yang perlu dilakukan antara lain :
a. Menghukum
yang seberat-beratnya sesuai dengan undang-undang bagi mereka yang mengambil
flora dan memburu fauna yang dilindungi.
b. Menetapkan
kawasan perlindungan bagi flora dan fauna langka seperti Taman Nasional, Cagar
Alam, Suaka Marga Satwa, dan lain-lain.
6.
Perundang-undangan
Melaksanakan dengan konsekuen UU No. 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan memberikan sanksi hukuman yang berat bagi
pelanggar-pelanggar lingkungan hidup sesuai dengan tuntutan undang-undang.